Jumat, 03 Juli 2009

Menikmati Musim Panas Di Tanah Arab


Perubahan suhu udara panas yang sangat ekstrim di kota Riyadh khususnya dan Arab Saudi pada umumnya, tidak hanya berdampak pada kondisi tubuh untuk beradaptasi. Tapi lebih dari itu, merubah juga pola kehidupan sehari-hari.

Di musim panas, malam hari menjadi lebih singkat sedangkan siang harinya bertambah panjang. Gejalanya mudah ditangkap dengan mundurnya waktu maghrib dan semakin majunya waktu Shubuh. Jika di musim dingin waktu Maghrib dapat maju hingga pukul 17.00, namun di musim panas ini waktu maghrib dapat mendekat pukul 19.00. Adapun waktu Shubuh, jika dimusim dingin baru masuk pada jam 5.30, sedangkan di musim panas sudah masuk waktu Shubuh pada jam 3.15. Maka menjadi tantangan tersendiri untuk bangun shalat Fajar di musim panas ini.

Dampak lainnya adalah, malam menjadi alternative keluar rumah untuk berbagai kebutuhan. Sedangkan siang hari, orang-orang lebih memilih 'selamat' di balik dinding-dinding ber-AC, yang –kalau terlalu lama- bikin tulang terasa ngilu. Kecuali kalau ada kebutuhan mendesak.


Maka, di musim panas ini suasana malam menjadi lebih semarak di banding siang hari. Apalagi biasanya, saat musim panas bertepatan dengan masuknya musim libur sekolah, yang otomatis banyak pula orang tua yang mengambil cuti di musim ini. Dan di Saudi ini, yang namanya hari libur, itu nyaris identik dengan begadang, bahkan hingga Shubuh, khususnya di kota-kota besar. Bisa dibayangkan jika hal tersebut dilakukan secara masif dalam sebuah kota. Maka jangan heran, jika jam dua malam Anda keluar, jalan raya masih ramai oleh lalu lalang kendaraan, begitu pula pusat-pusat perbelanjaan serta tempat-tempat hiburan. Dan yang lebih unik lagi adalah taman-taman kota. Kalau di negara kita yang namanya taman biasanya dikunjungi di pagi hari untuk mencari udara segar, di sini taman umumnya dikunjungi pada malam hari, khususnya di musim panas, semakin malam semakin ramai, apalagi kalau gratisan. Sering ketika kami hendak pulang sekitar jam satu atau dua malam dari taman dengan mata mulai terkantuk-kantuk, orang-orang Saudi dan keluarganya baru berdatangan dengan perlengkapan mereka.

Sesungguhnya ini memang budaya yang tidak sehat, dan hal itupun telah sering disinggung dan diingatkan para pakar, baik dari tinjauan agama, kesehatan, sosiologi, hingga pada etos kerja. Cuma begitulah yang namanya budaya, sulit dibendung, bahkan boleh jadi yang memperingatkannya pun suka begadang kalau malam liburan. Masalahnya, di musim panas ini tidur juga rada sulit. Walaupun di malam hari, kita masih tetap membutuhkan AC untuk menyejukkan ruangan. Akhirnya banyak yang berpikiran lebih baik keluar di udara terbuka, meskipun masih ada rasa panas, namun tidak ada sengatan matahari seperti kala siang. Bahkan kita sendiri sebagai pendatang yang asalnya tidak memiliki budaya tersebut juga jadi ikut-ikutan, meskipun 'tensi'nya masih di bawah orang-orang Saudi, rata-rata jam tidur kita di atas jam 12 sudah biasa. Apalagi anak-anak, bisa-bisa mereka lebih tahan begadang dibanding orang tuanya (Problemnya biasanya ketika kami libur ke tanah air, dua sampai tiga hari hal tersebut biasanya masih terbawa-bawa, akhirnya terpaksa kami bergadang ditemani suara jengkerik di kampung halaman).

Di sisi lain, pola hidup yang cukup berubah adalah soal pakaian. Boleh dibilang bahwa pergantian musim di Saudi, juga identik dengan pergantian kostum berpakaian. Minimal karena pengaruh udara. Untuk kaum laki, kostumnya nyaris seragam, yaitu thob berwarna putih, berlengan panjang, dan berbahan katun tipis yang mudah menyerap panas, paling bedanya apakah berkerah atau apakah lengan panjangnya berkancing atau tidak. Yang lebih 'rame' soal pakaian tentu saja kaum hawa dan anak-anak. Di Arab Saudi, umumnya kaum wanita dewasa tidak mengenakan pakaiannya secara terbuka, tapi dibalut dengan abaya hitam. Mereka biasanya baru 'membukanya' kalau sudah ada di dalam rumahnya, atau di tempat-tempat pertemuan khusus kaum hawa jika diyakini telah steril dari pandangan orang laki. Melihat dari jenis pakaiannya yang dijajakan di toka-toko, nyaris tidak ada perbedaan dengan pakaian wanita umumnya, bahkan boleh dibilang lebih 'berani' baik designnya maupun pilihan warnanya. Yang jelas, karena musim panas, modenya umumnya bersifat 'hemat kain' dan tipis. Jangan cari pakaian berlengan panjang untuk pakaian wanita pada musim panas, nyaris tidak ada. Pernah kami hendak liburan di musim panas ke tanah air dan ingin membelikan puteri-puteri kami pakaian berlengan panjang agar dapat dipadukan dengan jilbabnya, namun setelah muter-muter sekian lama, tidak kami dapatkan.

Maka, yang cukup ramai dikunjungi di musim panas ini, khususnya di awal musim adalah toko pakaian. Maklum, negeri produsen minyak terbesar di dunia, meskipun sedikit banyak terkena pengaruh resesi dengan naiknya harga-harga, namun relatif daya beli masyarakatnya masih tinggi. Maka wajar, kalau pergantian musim ini diikuti dengan membeli pakaian-pakaian musim panas, kalau tidak diganti seluruhnya, ya diganti sebagiannya. Pakaian lama bisa dilego dengan harga miring, atau diserahkan ke Bait Shadaqah (lembaga sosial penampung dan penyalur shadaqah), atau dihadiahkan kepada sopir dan pembantunya. Maka jangan heran kalau di toko-toko pakaian yang besar tidak jarang seorang pembeli membawa kereta dorong (arobiyah) yang telah penuh dengan pakaian. Bisa dibayangkan kalau dalam satu keluarga terdiri dari 7 atau 8 anggota keluarga dan setiap orang membeli 1-2 potong pakaian untuk dirinya. Bagi kita pendatang yang berpenghasilan pas-pasan, jelas tidak berani mengikuti langkah orang-orang pribumi, cukuplah mengeluarkan kembali pakaian-pakaian musim panas tahun lama yang tersimpan di lemari pakaian yang rata-rata masih layak pakai.

Jika telah masuk musim panas, suhu udara di Arab Saudi dapat mencapai 45 hingga 50 derajat celsius. Namun itu berbeda antara satu kota dengan kota lain. Kota-kota yang berada di tengah (termasuk kota Riyadh) rentang suhu umumnya sangat ekstrim (sangat panas di musim panas dan sangat dingin di musim dingin). Sementara daerah yang berada di ujung selatan (seperti Abha, Al-Baha, Khamis Musyait, Thaif) atau ujung utara (seperti Tabuk) udaranya relative lebih sejuk.

Berbeda dengan Indonesia yang berudara lembab, udara di sini bersifat kering, sehingga kalaupun ada angin yang berhembus di musim panas ini, bukan semakin menyejukkan, akan tetapi serasa jilatan api yang menyambar kulit. Karenanya, untuk menyejukkan ruangan, di sini jarang menggunakan kipas angin, sebab jika kipas angin difungsikan, bukan kesejukan yang datang, malah udara panas yang menyerang. Maka, AC menjadi pilihan utama untuk menghadapi udara panas. Jadi perkara menggunakan AC di sini bukan persoalan kaya miskin, tapi sebuah kebutuhan mendesak yang tidak dapat ditunda-tunda.

Di tengah cuaca yang sangat panas ini, apalagi jika sedang mencapai puncaknya, jangan coba-coba menyimpan kaset atau benda plastik di atas dashboard mobil di siang hari. Di jamin, beberapa jam saja benda-benda tersebut sudah 'meleot' dan tidak dapat berfungsi lagi. Bisa dibayangin tuh panasnya. Makanya kalau mobil lama diparkir di siang hari, lalu kita buka, luar biasa panas di dalamnya, hingga batang stir mobilpun sulit kita pegang.

Cuaca yang sangat ekstrim tersebut, kadang masih harus mendapat 'bonus tambahan', yaitu berupa kiriman badai debu padang pasir yang menjadikan langit serasa mendung dan mengakibatkan perih pada mata atau paling tidak jadi suka 'kelilipan'.

Melalui musim panas di Riyadh, kita akan semakin dapat meresapi sabda Rasulullah saw, bahwa musim panas (dalam tinjauan keimanan) adalah satu dari dua 'desahan' neraka. Sehingga sering secara refleks, jika sengatan matahari menyengat kulit, terungkap ucapan, 'Allahumma ajirnaa minannaar' (Ya Allah, selamatkan kami dari neraka). Kata orang sains, musim panas seperti ini lahir karena jarak matahari yang semakin dekat pada beberapa wilayah tertentu. Duh, gimana nanti di hari kiamat, di mana matahari semakin sangat dekat dengan kita…. Allahumma ajirnaa minannaar.

Namun Allah Maha Adil, di balik musim panas yang bikin tubuh 'keleleran', tetap saja ada kenikmatan tersendiri yang tidak didapatkan di luar musim panas. Di antaranya adalah bahwa di musim panas inilah pohon-pohon korma akan mengeluarkan buahnya (Itulah mengapa mengapa di negeri kita pohon korma hanya dapat tumbuh dan tidak dapat berbuah, karena dibutuhkan cuaca panas seperti di tanah Arab).

Meskipun jarang terdapat pohon rindang yang tumbuh di sini, seperti di negara kita, namun melihat pohon korma yang tumbuh berjejeran di pinggir-pinggir jalan atau di taman-taman dengan buah korma dalam tandannya yang bergelayutan, menjadi kenikmatan tersendiri. Apalagi kalau sudah mulai menguning, lebih sedap lagi. Saat-saat seperti itulah kita akan dapat merasakan korma setengah matang yang dikenal dengan istilah ruthab (kalau telah kering dan masak disebut tamr), biasanya berwarna kuning, atau kadang setengah kuning atau setengah matang kecoklat-coklatan. Rasanya manis sepat-sepat, atau sepat-sepat manis. Enak deh pokoknya. Dan korma seperti itu hanya didapatkan di musim panas seperti ini (repotnya, kadang dari kampung yang tidak mengetahui masalah ini, suka ada permintaan dikirimi korma muda di saat musim dingin).

Hal lain lagi yang cukup menghibur di musim panas ini adalah munculnya buah-buahan khas musim panas lainnya, seperti semangka dan melon. Buah semangka di sini besar-besar dan berukuran lonjong, nyaris besarnya sama dengan ukuran setengah bantal guling, jarang saya lihat buah semangka yang bulat. Biasanya suka dijajakan di pinggir-pinggir jalan. Rasanya sangat manis. Sepertinya, semakin panas udaranya, rasanya semakin manis. Tapi yang jarang saya lihat di sini adalah semangka tanpa biji yang banyak di negara kita. Kisaran harganya dari 5 reyal hingga 20 reyal. Semangka di sini dikenal dengan sebutan 'Hab-hab', padahal dalam bahasa arab formal (fushah) dikenal dengan istilah 'Baththiih'. Buah ini termasuk jenis buah yang suka dimakan Rasulullah saw, sebagaimana disebutkan dalam salah satu riwayat (haditsnya tolong dicek yaa, shahih nggak?). Sedangkan melon biasanya berwarna kuning, sepintas warnanya seperti labu, jarang yang saya lihat berwarna hijau keabu-abuan seperti banyak di negara kita. Namun yang jelas rasanya sangat manis, juga harum. Dalam bahasa Arab, melon dikenal dengan sebutan 'syamaam'.

Demikianlah Allah berkehendak terhadap alam, dengan segala keunikannya masing-masing, yang semakin memperkaya wawasan kita tentang berbagai keanekaragaman alam yang Allah ciptakan, subhaanaka maa khalaqta haaza baathilan.

Tidak ada komentar: